Selasa, 19 Mei 2015

TEORI BELAJAR DIENES



Mata Kuliah             : Teori Belajar
Dosen            : Dr. Djadir, M.Pd

TEORI BELAJAR DIENES
















Di Susun Oleh :
Kelompok VII



Syarifuddin                            (14B07054)
A. Wiwiek Pratiwi Fujiwijya (14B07148)
Darman Suyuti                      (14B07021)


PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015

BAB I
PENDAHULUAN

”Belajar matematika itu sulit, membosankan,” Begitulah anggapan beberapa orang. Meski tidak semua orang beranggapan demikian, namun banyak di antaranya yang mengeluhkan sulitnya mempelajari matematika. Apalagi, bagi anak-anak usia sekolah tingkat dasar. Terlebih lagi bila mereka memperoleh nilai di bawah rata-rata. Semangat untuk belajar cenderung menurun. Hal ini akan terus berlanjut hingga ke jenjang pendidikan berikutnya. Maka sepanjang masa pendidikan, mereka menganggap matematika menjadi pelajaran paling menyulitkan. Guna menepis anggapan negatif tersebut perlu ditanamkan pemahaman bahwa belajar matematika itu menyenangkan dan dapat dilakukan melalui permainan.
Bermain adalah hal yang sangat penting bagi anak-anak karena dengan bermain mereka dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri. Selain itu penting juga bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka karena bermain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam periode perkembangan diri anak, meliputi dunia fisik, sosial dan sistem komunikasi.
Para ahli berpendapat, anak-anak harus bermain agar mereka dapat mencapai perkembangan yang optimal. Seperti Herbert Spencer (Catron & Allen,1999) menyatakan bahwa anak senang bermain karena mereka mempunyai energi berlebih. Energi ini yang mendorong mereka melakukan aktivitas sehingga mereka terbebas dari perasaan tertekan.
Seorang anak dapat mengembangkan rasa percaya diri melalui bermain, karena dengan bermain dia memperoleh kemampuan untuk menguasai tubuhnya, benda-benda, dan keterampilan sosial. Anak-anak bermain dengan cara berinteraksi dan belajar mengkreasikan pengetahuan. Bermain juga merupakan cara anak berpikir dan menyelesaikan masalah, mereka membutuhkan pengalaman langsung dalam interaksi sosial. Anak-anak lebih menyukai bermain karena kegiatan bermain mengandung unsur: menyenangkan dan menggembirakan, memunculkan motivasi dalam diri anak, anak-anak terlibat aktif bersama-sama.
Belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara. Seperti yang kita ketahui ada beberapa macam gaya belajar, yaitu Auditori (mendengar), Visual (melihat), dan Kinestetik (bergerak). Belajar dapat dilakukan melalui melihat, mendengarkan, membaca, menyentuh, bergerak, berbicara, bertindak, berinteraksi, merefleksi dan bahkan bermain.
Untuk mencapai perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak terampil menjadi terampil manusia tidak sekedar duduk di belakang meja. Untuk belajar, manusia perlu melakukan berbagai aktifitas. Bagi anak-anak, belajar dapat dilakukan dengan bermain. Aktifitas bermain itulah sesungguhnya yang merupakan sarana belajar anak. Artinya anak-anak belajar melalui kegiatan bermain.
Ada tiga teori yang menjelaskan bagaimana anak belajar, yaitu teori Experential Learning, teori Konstruktivisme dan teori Multiple Intelligences. Ketiga teori tersebut mempunyai kesamaan pendapat yaitu belajar adalah proses aktif yang menuntut peran aktif setiap anak.











BAB II
PEMBAHASAN

A.   Belajar Matematika Itu Menyenangkan
Menurut Baharuddin dan Wahyuni (2012; 11) belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, keterampilan dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir sampai akhir hayat. Belajar merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Dalam mempelajari matematika yang dibutuhkan adalah kenyamanan dari para siswa saat belajar. Siswa merasa senang untuk belajar sehingga dengan mudah ia akan menyerap informasi serta memahami pelajaran matematika yang disampaikan oleh guru. Hal penting yang perlu dipahami oleh para pendidik bahwa untuk mengajar matematika pada anak sebaiknya dilakukan dengan cara yang menyenangkan, asyik serta anak merasa betah untuk belajar karena ia tidak merasa terbebani untuk belajar melainkan ia merasa bahwa sedang bermain.
Menurut Solehuddin (Hamdani, 2011; 11) bermain adalah dunia sekaligus sarana belajar anak. Memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain berarti memberikan kesempatan kepada mereka untuk belajar dengan cara-cara yang dapat dikategorikan sebagai bermain. Ini berarti pengalaman belajar itu dirasakan dan dipersepsikan secara alami oleh anak sehingga menjadi bermakna baginya.
Melalui bermain itulah sesungguhnya anak belajar. Melalui bermain anak memiliki kesempatan untuk membangun dunianya berinteraksi dengan orang lain, mengekspresikan dan mengontrol emosinya, serta mengembangkan kecakapan simboliknya. Melalui bermain pula, anak-anak memperoleh kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan-keterampilan yang baru diperolehnya dan mencoba tugas baru yang menantang. Karena anak belajar melalui kegiatan bermain, guru harus merancang kegiatan pembelajaran yang memiliki ciri-ciri bermain. Bermain dalam kaitan ini merupakan strategi pembelajaran.
Anak-anak bermain dengan berbagai bentuk dan cara. Ada permainan tertentu yang bentuknya berupa aktivitas yang mereka lakukan dengan manusia. Bermain adalah cara untuk mengembangkan aktivitas motorik. Pembelajaran motorik secara fisik akan membentuk dasar-dasar untuk segala proses belajar, termasuk membaca, menulis, aritmatika, dan musik. Intinya, tanpa pembelajaran motorik, perkembangan otak akan terhambat.
Bermain sambil belajar merupakan sebuah slogan yang harus dimaknai sebagai satu kesatuan, yakni belajar yang dilakukan anak melalui bermain. “Bermain sambil belajar” dalam arti ini tidak diartikan sebagai dua kegiatan yakni bermain dan belajar, yang dilakukan secara bergantian tapi anak belajar melalui bermain. Artinya, aktifitas-aktifitas anak lebih ditekankan pada ciri-ciri bermain. Porsi bermain tampak lebih menonjol daripada belajar. Melalui bermain itulah anak memperoleh berbagai kemampuan seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan berbahasa, kemampuan bersosialisasi, kemampuan memanajemen emosi dan berkemampuan berpikir logis-matematis.
Menurut Brawer (Hamdani, 2011;124) Sebagian orang dewasa beranggapan bahwa anak tidak mungkin dapat belajar apabila mereka menghabiskan waktu hanya unytuk bermain. Padahal, perlu diyakini bahwa bermain memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan kemampuan akademik anak.
Manfaat yang dapat dipetik melalui “bermain sambil belajar” yaitu;
·         Melalui bermain, anak belajar untuk menerima, mengespresikan, dan menguasai perasaan mereka secara positif dan konstruktif.
·         Melalui bermain, anak belajar tentang diri mereka sendiri, anak juga belajar meyakini sudut pandangnya sendiri, yang dapat membuat ia termotivasi untuk mengembangkan kepercayaan diri, ketenangan diri.
·         Melalui bermain, anak belajar untuk mengungkapkan ide dan perasaannya secara verbal, memahami sudut pandang orang lain, dan belajar memutuskan suatu rencana untuk memecahkan masalah.
·         Melalui bermain, anak belajar menghargai orang lain.
Kegiatan bermain dirancang sedemikian rupa sehingga anak tidak merasa junuh. Ini berarti kegiatan bermain harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak dalam berbagai aspek, termasuk mengetahui permaianan yang tepat untuk anak. Desain permaianan sangat penting untuk dipahami, terutama ketika guru harus memilih permainan yang dapat dimainkan anak didalam kelas.
B.   Teori Belajar Dienes
Teori belajar Dienes sangat terkait dengan konsep pembelajaran dengan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Enaktif dan Menyenangkan), karena teori ini menekankan tahap permainan, dimana tahap ini dapat membangkitkan semangat dan membuat anak senang dalam belajar.
Terinspirasi dari Jean Piaget, Zoltan P. Dienes (1981) kemudian merumuskan teorinya yang dikenal dengan teori dienes. Teori dienes memusatkan   perhatiannya pada cara-cara pengajaran matematika terhadap anak-anak sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika.
Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika. Sebagai contoh, jika guru ingin mengajarkan konsep tentang persegi, maka guru disarankan untuk menyajikan beberapa gambar persegi dengan ukuran berlainan.
Teori perkembangan kognitif dienes melihat bahwa proses belajar seseorang dilihat dari tingkat kemampuan kognitifnya, dalam proses belajar mengajar tingkat kognitif menjadi suatu hal yang sangat penting, karena kemampuan tingkat kognitif seseorang tergantung dari usia seseorang, sehingga pola berpikir anak-anak tidak sama dengan pola berfikir orang dewasa, semakin ia dewasa makin meningkat pula kemampuan berpikirnya. Jadi, dalam memandang anak keliru jika kemampuan anak dengan kemampuan orang dewasa sama, sebab anak bukan miniatur orang dewasa. Oleh karena itu agar perkembangan kognitif seorang anak berjalan secara maksimal sebaiknya diperkaya dengan pengalaman edukatif.
Dienes memandang bahwa setiap konsep (prinsip) matematika dapat dipahami dengan tepat jika disajikan melalui bentuk yang konkret/fisik. Dienes menggunakan istilah konsep untuk menunjuk suatu struktur matematika, suatu definisi tentang konsep yang jauh lebih luas daripada definisi Gagne. Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika yaitu konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan.
1.    Konsep matematis murni  berhubungan dengan klasifikasi bilangan-bilangan dan hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya bebas dari cara bagaimana bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai contoh, enam, 8, XII, 1110 (basis dua), dan Δ Δ Δ Δ, semuanya merupakan contoh konsep bilangan genap; walaupun masing-masing menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan genap.
2.    Konsep notasi  adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat langsung dari cara penyajian bilangan. Fakta bahwa dalam basis sepuluh, 275 berarti 2 ratusan ditambah 7 puluhan ditambah 5 satuan merupakan akibat dari notasi nilai tempat dalam menyajikan bilangan-bilangan yang didasarkan pada sistem pangkat dari sepuluh. Pemilihan sistem notasi yang sesuai untuk berbagai cabang matematika adalah faktor penting dalam pengembangan dan perluasan matematika selanjutnya.
3.    Konsep terapan adalah penerapan dari konsep matematika murni dan notasi untuk penyelesaian masalah dalam matematika dan dalam bidang-bidang yang berhubungan. Panjang, luas dan volume adalah konsep matematika terapan. Konsep-konsep terapan hendaknya diberikan kepada siswa setelah mereka mempelajari konsep matematika murni dan notasi sebagai prasyarat. Konsep-konsep murni hendaknya dipelajari oleh siswa sebelum mempelajari konsep notasi, jika dibalik para siswa hanya akan menghafal pola-pola bagaimana memanipulasi simbol-simbol tanpa pemahaman konsep matematika murni yang mendasarinya. Siswa yang membuat kesalahan manipulasi simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3,  = x, a2 x a3 = a6  berusaha menerapkan konsep murni dan konsep notasi yang tidak cukup mereka kuasai.
C.   Tahap-tahap Belajar Menurut Dienes
Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:
1.    Permainan Bebas (Free Play)
Tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan, pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.
2.    Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu.
3.    Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat, siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan mentranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.
4.    Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak. Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon seperti berikut ini.
Segitiga, Segiempat, Segilima, Segienam, Segi dua puluh tiga
0 diagonal, 2 diagonal, 5 diagonal, ..... diagonal, …. diagonal
5.    Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
6.    Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan beserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
Menurut Dienes, variasi sajian materi hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainya, sehingga anak didik dapat melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian (multiple embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk membuat lebih jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi terhadap konsep yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.
D.   Permainan dalam Pembelajaran Matematika
Salah satu cara  yang dapat digunakan dalam mengiring siswa memahami materi bangun datar ini  adalah bermain puzzle matematika. Adapun media yang digunakan berupa tangram yang terdiri dari satu persegi yang didalamnya berisikan potongan-potongan dari 7 bagun datar yaitu 5 segitiga, 1 persegi dan 1 jajar genjang. Contonya dapat dilihat pada gambar berikut :




Minta siswa untuk menyebutkan ada berapa jumlah bangun datar dan jenis-jenis bangun datar yang terdapat dalam puzzle, kemudian minta siswa untuk memberikan warna yang berbeda pada setiap bangun datar yang ditemukan dalam puzzle.





Jawaban yang mungkin muncul akan seperti ini
Dari puzzle tersebut, terdapat 7 bangun datar, terdiri dari 5 segitiga, 1 persegi dan 1 jajar genjang.

D. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Dienes
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan teori belajar Dienes antara lain:
1.    Kelebihan teori belajar Dienes.
a.      Dengan menggunakan benda-benda konkret, siswa dapat lebih memahami konsep dengan benar,
b.     Susunan belajar akan lebih hidup, menyenangkan, dan tidak membosankan,
c.      Dominasi guru berkurang dan siswa lebih aktif,
d.     Konsep yang lebih baik dipahami dapat lebih mengakar karena siswa membuktikannya sendiri,
e.      Dengan banyaknya contoh dengan melakukan permainan siswa dapat menerapkan ke dalam situasi yang lain.
2.    Kelemahan teori belajar Dienes
a.      Tidak semua materi dapat menggunakan teori belajar Dienes, karena teori ini lebih mengarah kepermainan,
b.     Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama
c.      Bila pengajar tidak memiliki kemampuan mengarah siswa maka siswa cenderung hanya bermain tanpa berusaha memahami konsep.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Hal penting yang perlu dipahami oleh para pendidik bahwa untuk mengajar matematika pada anak sebaiknya dilakukan dengan cara yang menyenangkan, asyik serta anak merasa betah untuk belajar karena ia tidak merasa terbebani untuk belajar melainkan ia merasa bahwa sedang bermain.
Bermain sambil belajar merupakan sebuah slogan yang harus dimaknai sebagai satu kesatuan, yakni belajar yang dilakukan anak melalui bermain. “Bermain sambil belajar” dalam arti ini tidak diartikan sebagai dua kegiatan yakni bermain dan belajar, yang dilakukan secara bergantian tapi anak belajar melalui bermain. Artinya, aktifitas-aktifitas anak lebih ditekankan pada ciri-ciri bermain. Porsi bermain tampak lebih menonjol daripada belajar. Melalui bermain itulah anak memperoleh berbagai kemampuan seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan berbahasa, kemampuan bersosialisasi, kemampuan memanajemen emosi dan berkemampuan berpikir logis-matematis.


Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan antara lain :
·         Sebelum merencanakan pembelajaran, guru seharusnya mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar dan pembelajaran.
·         Seorang guru sebaiknya mengimplikasikan prinsip-prinsip belajar dalam pembelajaran.
·         Seorang guru sebaiknya mengetahui karakteristik masing-masing siswanya.



DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin dan Wahyuni. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jokjakarta: Ar-Ruzz Media

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia

John W.Santrock. 2013. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana